Teringat saat pertama
kali kapal kami berlayar pelan menuju semudera perjuangan. Perjalanan yang
terasa singkat tetapi penuh makna. Hati yang tak sepenuhnya ada, dipaksa
mengarungi badai besar di lautan biru. Berat, sugesti positif menjadi penggerak
kedua kapal kami. Kami berjuang mempertahankan layar, di tengah belaian keras
angina di lautan biru untuk bisa menapakkan kaki di daratan merah. Kami tahu,
laut yang tenang tidak akan menghasilkan nahkoda yang hebat. Satu per satu dari
kami menuruni jangkar, menuruni bahtera perjuangan.
Kini kami menapaki
fase baru di daratan merah. Perjuangan ini berat, melebihi apa apa yang pernah
terbesit di fikiran ini. Tepi dengan-Nya kami berjuang. Asma-Nya tak
henti-hentinya kami lafalkan di hati untuk mengiringi jihad suci ini dan
sebagai embun penyejuk ketika teriknya matahari di daratan merah siap menyulut
api perpecahan dan menghidupkan suasana keemosialisasian. Keyakinan kepada Sang
Pencipta dualism dunia membuat kami bersatu dan berani melewati terjalnya jalan
untuk menggapai puncak kesuksesan di ujung sana.
Sebuah kepercayaan
yang tertanam dalam diri kami bahwa kami tahu, kami bisa mengejawantahkan apa
yang kami inginkan dan bisa menaklukkan perjuangan ini hingga titik puncak.
Ketika kami jatuh, ketika peluh ini tercucur jatuh menyentuh tanah, kalimat ini
kian membahana di relung hati seraya menyuarakan semangat persatuan, kekokohan,
ketegaran dan semangat perjuangan untuk menuju kemenangan kami, para PEJUANG
MERAH…
(inilah janji kita, janji para pejuang merah yang
akan perang menuju kemenangan…,)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar